Notification

×
/*KT Setiyo Konco Desa Cepedak*/

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Hari Ibu dan Hukum Merayakan Hari Ibu

Tuesday 22 December 2020 | 12/22/2020 08:09:00 am WIB Last Updated 2020-12-22T01:40:38Z

Hari Ibu adalah hari peringatan atau perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anak, maupun lingkungan sosialnya. Dalam diskursus kajian hukum Islam, persoalan ini memang sudah dibahas oleh sejumlah pakar. Setidaknya ada dua kubu pro dan kontra merespons hukum perayaan yang berasal dari tradisi Barat tersebut.

Menurut  Lembaga Fatwa Mesir (Dar al-Ifta’) menegaskan merayakan Hari Ibu boleh hukumnya boleh dan tidak dilarang dalam syariat. Apalagi ini menjadi salah satu wadah mengepresikan kecintaan dan kebaikan kita terhadap ibu.

Berbakti pada Ibu Lebih Utama Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,


Seorang pria pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Siapa dari kerabatku yang paling berhak aku berbuat baik?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu.’ Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ibumu’. Dia berkata lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Ayahmu’.” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).


Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dorongan untuk berbuat baik kepada kerabat dan ibu lebih utama dalam hal ini, kemudian setelah itu adalah ayah, kemudian setelah itu adalah anggota kerabat yang lainnya. Para ulama mengatakan bahwa ibu lebih diutamakan karena keletihan yang dia alami, curahan perhatiannya pada anak-anaknya, dan pengabdiannya. Terutama lagi ketika dia hamil, melahirkan (proses bersalin), ketika menyusui, dan juga tatkala mendidik anak-anaknya sampai dewasa” (Syarh Muslim, 2548).


Prinsip ini sejalan dengan tuntutan berbuat baik kepada orang tua, seperti termaktub Surah Luqman ayat ke-14. Tidak ada larangan agama mengekpresikan kebaikan tersebut dan tidak perlu mengaitkan persoalan ini dengan bidah.


Sementara itu sejumlah ulama  l-Azhar Mesir tidak setuju dengan perayaan Hari Ibu adalah Syekh Mutawalli as-Sya’rawi dan Syekh Ali Mahfudh. Sejumlah cendekiawan seperti Syekh Musthafa al-Adawi dan Syekh Abdul Hamid Kisyk.


Syekh Yusuf Qaradhawi juga mengingatkan hendaknya perayaan Hari Ibu, tetap memperhatikan nasib dan kondisi anak-anak yang kehilangan ibu mereka. “Jangan sampai justru perayaan ini menyakiti hati mereka.


Catatan yang sama juga disampaikan Grand Syekh al-Azhar, Mesir, Syekh Ahmad at-Thayyib. Dia mengakui memang perayaan ini membahagiakan ibu, tetapi ingat pula peringatan ini juga menyakit anak-anak yatim. “Jika harus memilih, saya lebih memilih menjaga perasaan anak-anak Yatim, karena kewajiban membahagian ibu adalah setiap saat.


"Allohummaghfirlii waliwaalidayya war hamhumaa kama rabbayaanii shagiiraa"


Jadi bisa di simpulkan bahwa perayaan hari ibu memiliki 2 sudut pandangan yang berbeda, semoga kamu yang membaca artikel ini bisa memahami.


Karya Mahasiswa/i dan Pelajar : Mir'atul Muniroh

×
Berita Terbaru Update